Kamis, 26 Mei 2011

hening di perkotaan

DI sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya sebuah kaleng peot, nyaris kosong dari uang receh logam pecahan terkecil yang masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, mengalir kendaraan bermotor dengan derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu hijau. Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan domba yang terkejut oleh auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.
Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan "tutup praktik" ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya, ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus berwarna hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia siap berangkat, mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir kanan jalan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita yang merasa tenteram di dodong ayahnya.
Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer memenuhi trotoar, para pejalan kaki terpaksa melintas di atas aspal dengan perasaan waswas menghindari kendaraan yang melaju. Lelaki itu lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya sambil mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan itu, lalu mengisapnya dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup hidung ketika berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena telah dicuri truk-truk itu.
Lelaki setengah umur itu memarkir gerobak kecilnya di bawah pokok akasia tak jauh setelah membelok ke kanan tanpa membangunkan anjing betina hitam kurus yang terlelap di atas buntelan-buntelan dalam gerobak itu. Ia menepi ke pinggir sungai yang penuh sampah plastik, lalu kencing begitu saja. Ia tersentak kaget ketika mendengar anjingnya terkaing. Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap bocah perempuan ingusan itu dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang sambil juga berkacak pinggang. Anjing betina hitam kurus itu mengendus-endus di belakang tuannya, seperti minta pembelaan.
Lelaki itu kembali mendorong gerobak kecilnya dengan bunyi kricit- kricit roda besi kekurangan gemuk. Anjing betina kurus berwarna hitam itu kembali melompat ke atas gerobak, bergelung dalam posisi semula. Bocah perempuan yang memegang krincingan itu mengikuti dari belakang dalam jarak sepuluh meteran. Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi tiga makhluk itu dari sengatan matahari. Sementara lalu lintas semakin padat, udara semakin pepat berdebu.
Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan yang sedang padat pengunjung. Dari jauh, seorang satpam mengacung-acungkan pentungannya tinggi-tinggi. Lelaki itu seperti tidak memedulikannya, terus saja mendorong hingga ke lapangan parkir sempit penuh mobil di depan restoran itu. Sepasang orang muda yang baru saja parkir hendak makan, kembali menutup pintu mobilnya sambil menutup hidung ketika lelaki itu menyorongkan gerobaknya ke dekat mobil sedan hitam itu. Seorang pelayan rumah makan itu berlari tergopoh- gopoh keluar, menyerahkan sekantong plastik makanan pada laki-laki itu sambil menghardik.
"Cepat pergi!"
LELAKI setengah umur itu menghentikan gerobak kecilnya di depan sebuah halte bus kota. Mengeluarkan beberapa koin untuk ditukarkan dengan beberapa batang rokok yang dijual oleh seorang penghuni tetap halte itu dengan gerobak jualannya. Orang-orang yang berdiri di dekat gerobak rokok itu menghindar tanpa peduli. Halte itu senantiasa ramai karena tak jauh dari situ ada satu jalur pintu keluar jalan tol yang menukik dan selalu sesak oleh mobil-mobil yang hendak keluar. Lelaki itu meneruskan perjalanannya menuju kolong penurunan jalan layang tol itu. Meski berpagar besi, telah lama ada bagian yang sengaja dibolongi oleh penghuni-penghuni kolong jalan layang itu untuk dijadikan pintu masuk. Tempat lelaki setengah umur itu di pojok yang rada gelap dan terlindung dari hujan dan panas. Dari dulu tempatnya di situ, tak ada yang berani mengusik. Kecuali beberapa kali ia diangkut oleh pasukan tramtib kota, lalu kemudian dilepas dan kembali lagi ke situ. Ia lalu membongkar isi gerobaknya, mengeluarkan lipatan kardus dan mengaturnya menjadi tikar. Anjing betina berwarna hitam kurus itu mengibas-ngibaskan ekornya ketika lelaki itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa menoleh kanan-kiri.
MALAM telah larut. Bocah perempuan ingusan itu terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai menghujan. Rambutnya yang nyaris gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya disiram gerimis. Bunyi krincingan dan kresek-kresek kantong plastik yang dibawanya membangunkan anjing betina kurus berwarna hitam itu. Ia menyalak sedikit, kemudian merungus setelah dilempari sepotong kue oleh bocah itu. Lewat penerangan jalan, samar- samar dilihatnya lekaki setengah umur itu tidur bergulung bagai angka lima di atas kardus. Setelah melahap kue, anjing itu kembali tidur di sebelah tuannya, di atas bentangan kardus yang tersisa.
Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api dari dalam kantong plastik. Berkali-kali menggoreskan korek api, padam lagi oleh tiupan angin bertempias. Lalu ia mendekat ke arah lelaki setengah umur itu agar lebih terlindung oleh angin dan berhasil menyalakan lilin. Bocah itu melihat ujung lipatan kardus tersembul dari dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setengah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara berisik dan membangunkan lelaki itu. Setelah berhasil, ia membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu, sekadar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu.
Bocah perempuan ingusan itu cepat terlelap dan bermimpi berperahu bersama anjing betina kurus berwarna hitam itu di sebuah danau yang sunyi. Deru mesin mobil yang melintasi jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuah kota yang sibuk. Lelaki setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan melanjutkan mimpinya.
Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol itu cukup padat penghuninya di malam hari. Beberapa anak jalanan yang sehari- hari mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di situ. Ada lima anak jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu membawa krincingan itu sampai menangis berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu membiarkannya saja. Mungkin menurutnya sesuatu yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak lelaki itu sampai-sampai menelanjangi bocah perempuan ingusan itu. Penghuni lain pun tak ada yang berani membela. Sejak itu, bocah perempuan ingusan itu menghilang, entah tidur di mana.
Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika suatu hari ia membawa seekor anjing betina kurus berwarna hitam ke markasnya. Mungkin anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu terkaing-kaing. Lelaki itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan menyuguhkan makanan dan air. Tapi, anak-anak jalanan yang jahil itu melempari anjing itu dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala lelaki itu. Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok di dalam timbunan buntelan dalam gerobak kecilnya. Anak-anak itu dikejarnya. Konon salah seorang terluka oleh golok itu. Namun, mereka tak ada yang berani melawan dan tak berani kembali lagi.
SEBELUM subuh, pasukan tramtib itu datang lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk dengan bak terbuka pengangkut gelandangan. Sebelum matahari muncul, kolong- kolong jembatan dan jalan layang harus bersih dari manusia-manusia kasta paling melata itu. Mimpi lelaki itu tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan itu. Lelaki setengah umur itu menggapai-gapaikan tangannya, minta petugas menaikkan anjingnya yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama tuannya. Tapi, sebuah pentungan kayu telah mendarat di kepala anjing kurus itu hingga terkaing-kaing, berlari ke seberang jalan dan hilang ditelan kegelapan.
"Mampus kau, anjing kurapan!" sumpah petugas itu sambil melompat ke atas truk yang segera berangkat.
Bak truk terbuka itu nyaris penuh, termasuk tukang rokok di halte dekat situ. Lelaki setengah umur itu tampak geram. Matanya mencorong ke arah petugas yang memegang pentungan. Petugas itu pura-pura tidak melihat. Hujan telah berhenti. Iringan truk yang penuh manusia gelandangan kota yang dikawal mobil polisi bersenjata lengkap di depannya, menuju ke suatu tempat arah ke Utara, dan kemudian membelok ke kanan. Dari pengeras suara di puncak-puncak menara masjid terdengar azan subuh bersahut-sahutan. Bulan semangka tipis masih menggantung di langit, kadang-kadang tertutup awan yang bergerak ke Barat.
BEBERAPA minggu kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali menemukan lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya. Ia baru turun mengemasi kaleng peot dan alas kardusnya ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Melangkah dengan pasti, menuju tempat gerobak kecilnya ditambatkan.
Di depan pangkalan truk yang telah menyempitkan jalan, lelaki itu mendorong gerobak kecilnya dengan santai sambil mengawasi puntung-puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke jalan. Ada yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki bergerobak itu melintas. Di atas gerobaknya, kini bertengger bocah perempuan ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan krincingannya. Orang-orang tak ada yang peduli.*

kata bilangan

Kata Bilangan atau Numeralia
Kata Bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda.
Menurut sifatnya kata bilangan dapat dibagi atas:
  1. Kata Bilangan Utama (Numeralia Caedinalia): satu, dua, tiga, empat, seratus, seribu, dan sebagainya.
  2. Kata Bilangan Tingkat (Numeralia Ordinalis): pertama, kedua, ketiga, kelima, kesepuluh, keseratus, dan sebagainya.
  3. Kata Bilangan Tak Tentu: beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya.
  4. Kata Bilangan Kumpulan: kedua, kesepuluh, dan sebagainya; bertiga, berdua, bersepuluh.
Catatan :
a. Dari segi morfologi tidak ada perbedaan antara kata bilangan tingkat dan kata bilangan kumpulan yang memakai prefiks ke-. Tetapi dalam distribusi kalimat nampaklah perbedaan struktur keduanya, yaitu kata bilangan tingkat tempatnya selalu mengikuti kata benda sedangkan kata bilangan kumpulan selalu mendahului kata benda.
             Kata bilangan tingkat             Kata bilangan kumpulan 
bangku yang kedua                    kedua bangku itu 
permainan kesepuluh                  kesepuluh permainan itu
soal yang ketiga                         ketiga soal itu 
b. Mengenai kata bilangan utama, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1. Kata-kata delapan, sembilan, bukanlah kata bilangan utama asli, tetapi merupakan kata jadian yang kini sudah tidak dirasakan lagi.
Kata-kata tersebut berasal dari:
Delapan > dua alapan (= dua ambilan, yaitu dua diambil dari sepuluh).
Sembilan > sa ambilan (= diambil satu dari sepuluh)
2. Orang-orang Nusantara dahulu mengenal bilangan yang paling tinggi hanya sampai ribuan. Akibat adanya kontak dengan negeri-negeri lain, terutama India, mereka menerima bilangan yang lebih tinggi dari ribuan. Karena perkenalan mereka dengan orang-orang India, mereka memasukkan kata-kata laksa, keti, dan juta. Tetapi pada mulanya dalam bahasa Sansekerta kata-kata itu mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi yaitu:
       Laksa  : Sansekerta : 100.000 
       Keti : Sansekerta : 10.000.000 
Bagi orang-orang Nusantara waktu itu, bilangan itu terlalu samar-samar, sedangkan di pihak lain mereka memerlukan istilah untuk bilangan genap sesudah seribu; karena itu laksa diturunkan nilanya menjadi 10.000, sedangkan keti diturunkan menjadi 100.000.
3. Bilangan yang lebih dari satu juta biasanya dipinjam dari istilah-istilah Barat. Namun ada dua sistem yang biasa digunakan yaitu system Perancis dan Amerika, yang diikuti Indonesia , dan sistim Inggris dan Jerman.
4. Kata bilangan biasanya ditulis dengan angka Arab, dan dalam hal tertentu dipergunakan juga angka Romawi.

KATA BANTU BILANGAN
Dalam menyebut berapa jumlah suatu barang, dalam bahasa Indonesia tidak saja dipakai kata bilanganm tetapis elalu dipakai suatu kata yang menerangkan sifat atau macam barang itu. Kata-kata semacam itu disebut kata bantu bilangan.
Di antara kata-kata bantu bilangan yang selalu atau sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah:
Orang : untuk manusia.
Ekor : untuk binatang.
Buah : untuk buah-buahan, dan macam-macam benda atau hal yang lain pada umumnya.
Batang : untuk barang-barang yang bulat panjang bentuknya seperti pohon, rokok dan lain-lain.
Bentuk : untuk barang-barang yang dapat dibengkokkan atau dilenturkan seperti cincin, mata kail, gelang dan sebagainya.
Belah : untuk barang-barang yang mempunyai pasangan seperti mata, telinga, dan sebagainya.
Bidang : untuk barang-barang yang luas dan rata seperti tanah.
Helai : untuk kertas, daun, baju, kain, dan lain-lain.
Bilah : untuk barang-barang tajam seperti pisau, pedang, keris, dan sebagainya.
Utas : untuk barang-barang yang panjang seperti tali, benang, rantai, dan sebagainya.
Potong : untuk bagian-bagian atau potongan dari suatu barang.
Butir : untuk benda-benda yang bundar kecil bentuknya seperti telur, intan, beras, dan sebagainya.
Tangkai : untuk bunga.
Pucuk : untuk surat , meriam, senapan.
Carik : untuk sobekan-sobekan kertas, kain, dan sebagainya.
Rumpun : untuk tumbuh-tumbuhan yang tumbuhnya berkelompok seperti tebu, bambu, dan sebagainya.
Keping : untuk barang-barang yang tipis seperti papan, mata uang.
Biji : untuk barang-barang yang kecil seperti mata, kerikil, dan sebagainya.
Kuntum : untuk bunga.
Patah : untuk kata.
Kaki : untuk bunga, payung.
Laras : untuk bedil, senapan.

PERINGATAN HARI MAULUD NABI MUHAMMAD SAW
Hikmah tausyah dari Uztadz Abib Nur Kholis



                CINTA KEPADA ROSUL ALLAH

Ciri - ciri seorang pecinta:

1.Banyak menyebut dan mengingat-ingat orang yang dicintai.
Janganlah menjadi seorang "Abkholnas" yaitu umat Nabi Muhammad SAW yang saat di sebut nama beliau dia tidak menjawab SAW atau umat tersebut di katakan orang bahil.
Saat di sebut nama Nabi Muhammad maka kita sebagai umatnya menjawab SAW,sebagai tanda kecintaan kita kepada beliau .
Umat Nabi Muhammad yang bertaqwa seharusnya setiap hari membaca sholawat sebanyak 9x pada saat mengerjakan sholat wajib di takhyat akhir.Umat tersebut akan mendapatkan pahala 1,3 M pahala.
Sebagai seorang muslim kita harus berfikir dalam menjalani kehidupan kita bahwa " Kamu bukan kamu yang hari ini tetapi kamu itu kamu di masa yang akan datang ".
Saat ini kita sedang menginjak masa remaja yang disebut Daurul Khotor / Dabhi merupakan masa keemasan atau kebahagiaan.
Di masa remaja banyak sekali godaan yang ada yang dapat menjerumuskan remaja kejurang kesesatan maka dari itu seorang remaja harus membekali dirinya dengan iman.
Bacalah " inniahofullah " agar terhindar atau mencegah dari perbuatan tercela , maksiat , atau bujuk rayuan syetan.
Syetan ada 2 jenis yaitu syetan dalam dada dan syetan yang berwujud manusia .
Kita dapat meneladani sikap dari Al Mizki yang dengan tegas menolak kemaksiatan :"Al mizki adalah seorang pemuda yang disukai oleh banyak perempuan. Suatu hari ada seorang perempuan yang mengejar ngejar Al mizki, perempuan tersebut mengajak Al mizki kerumahnya untuk berbuat zina. Al mizki dengan tegas menolaknya ,tetapi perempuan itu mengancam akan berteriak jika Al mizki menolak. Al mizki berfikir kalau dia tidak mengikuti permintaan perempuan itu maka dia akan disangka telah memperkosa perempuan itu. Akhirnya Al mizki mempunyai ide ,dia meminta izin kepada perempuan itu untuk mandi terlebih dahulu.Perempuan itu pun mengizinkannya. Al mizki pergi kekamar mandi ,dia melumuri tubuhnya dengan kotorannya sendir.Dia keluar dengan keadaan sangat menjijikan, perempuan tersebut tidak memiliki nafsu lagi untuk berbuat zina dengan Al mizki. Al mizki akhirnya di usir dari rumah perempuan itu. Al mizki pun pulang kerumahnya ,dia membersihkan tubuhnya. Karena ketegasan Al mizki dalam menolak kemaksiatan maka ALLAH SWT menganugrahkan bau yang sangat wangi untuk Al mizki."

2.Taat kepada apa yang di minta oleh yang kita cintai.
Taat dapat dilakukan karena kita memiliki ilmu pengetahuan. Orang yang mencari ilmu dalam pendidikan tidak akan pernah merasa tua. Sebuah syair:
"seandainya bukan karena dinginya malam
Aku sudah datang disamping mu
Seandainya bukan karena bentangan laut yang luas
Aku akan terbang dengan rindu ku pada mu"
Cara bangun tidur dengan cepat:
- Cepat tidur
- Pasang alarm pukul 4 pagi sebanyak 9X selama 1 menit
- Minum air putih sebanyak 1 liter

3.Rela berkorban demi yang dicintai
Seperti kata para remaja pada saat ini cinta itu butuh pengorbanan.Alunkan sebuah syair islami "alhamdullilah wasyukurillah askasolatiwassalami lirossullilah".sampaikan rindu kami pada rosul yang kami cintai